PNS, profesi paling dihujat.
Tapi, benarkah begitu?
Saya termasuk orang yang merahasiakan pekerjaan saya selama tiga tahun belakangan. Bahkan saat dinyatakan lulus CPNS, saya bukannya bahagia seperti kebanyakan orang, saya lebih ke “nggak tahu harus mendefinisikan kelulusan saya ini seperti apa”. Apakah senang? Ya, karena ternyata soal-soal CPNS bisa saya takhlukan. Apakah bahagia? Hampir tidak. Bukan karena tidak bersyukur, tetapi saya ingat betul bagaimana accidentialnya proses saya sampai bisa lulus CPNS. Prosesnya mulus, daftarnya accident.
Apakah orangtua saya lantas langsung tahu ketika saya lulus? Nggak juga. Saya diam-diam saja, galau setengah mati. Sampai pemberkasan, bahkan sampai akhir bulan Maret (saat itu pengumuman kelulusan awal Januari). Di akhir Maret, entah kenapa, saya punya feeling saya akan dicampakkan ke pelosok negeri yang saya nggak tahu di mana. Saya nggak bisa dong ujug-ujug ngomong ke orangtua di detik-detik terakhir mau berangkat. Akhirnya, pada saat itu, saya mencari waktu yang tepat untuk ngomong ke orangtua.
Waktu berlalu dan here I am. Bekerja sebagai PNS di instansi yang sering kena hujat. Bagaimana rasanya? Luar bi(n)asa.
Di circle lama saya dan circle keluarga suami saya, saya minder dengan profesi saya ini. Kenapa? Ya karena “kata orang-orang” seperti yang saya katakan di atas. Tatapan seolah-olah saya ini hanya makan uang negara sering sekali saya dapatkan. Tidak sekali dua kali pula saya mendapat pertanyaan sini, “kalau nggak ada pemilu enaklah nggak kerja”. Saya hanya bisa menelan pil pahit saja dari semua pertanyaan-pertanyaan dan tatapan-tatapan itu. Belum lagi kalau ketemu orang yang seenak jidat berkata, “beliinlah aku ini, kan udah PNS kau. Udah banyak uangmu. Setahun aja gajian 14 kali”. Itu rasanyaa….. yasudah, saya senyumin lagi, saya telan pil pahit itu lagi.
Mungkin di banyak instansi, di banyak tempat, kalian menemui PNS-PNS yang setiap hari kerjanya hanya Pagi Nunggu Sore. Atau kalian melihat pejabat-pejabat negara yang punya mobil mewah dan rumah bagus. Atau kalian menyaksikan sendiri orang-orang berpakaian korpri yang santai tidak mengerjakan apapun. Tetapi apakah semua PNS seperti itu?? TIDAK!!
Dari banyak PNS yang kalian temui seperti yang ada di pikiran kalian, lebih banyak lagi jenis PNS lainnya yang tidak kalian temui. Atau barangkali, kalian menemui PNS-PNS jenis ini, namun kalian menolak untuk menerima keadaan yang terbalik dari yang ada di pikiran kalian.
Tolong garis bawahi, masih banyak PNS yang hidup tidak sejahtera di negeri ini. Masih banyak PNS yang benar-benar bekerja demi keberkahan gajinya. Dan masih banyak sekali, PNS yang jujur di negeri ini, yang di sisa hidupnya, rumahnya begitu sederhana, kendaraan pun tak punya.
Di pelosok negeri sana, guru-guru tidak mendapatkan tunjangan, dan ini BANYAK. Atau di beberapa instansi, penghasilan PNS mendapat potongan hanya karena tidak masuk sakit, cuti melahirkan, atau sebagainya. DAN INI BANYAK!
Belum lagi problematik ketika anak-anak PNS ini berkuliah, harus membayar UKT yang paling tinggi. Padahal gaji orangtua yang PNS ini saja tidak sampai dua digit. Saya menemui banyak sekali kejadian di mana yang menjadi PNS hanya ibunya saja, bapaknya menganggur karena satu dan lain alasan. Tetapi ketika mendaftar kuliah, si anak dikenakan UKT semester sebesar 12 juta, sedangkan gaji ibunya yang PNS ini hanya 5 juta sebulan sudah include tunjangan dan uang makan. Lalu, bagaimana ia menguliahkan anaknya dengan uang semester sebesar itu??
Tidak semua instansi memiliki standar tunjangan seperti KEMENKEU. Jika kalian menemukan teman kalian seorang PNS, alangkah lebih asyiknya percakapan kalian dimulai dengan, “eh kayak mana jadi PNS? betah nggak?”daripada ujug-ujug kalian berkata, “enaklah kau udah jadi PNS. Besarlah gajimu ya, kerjaan nggak ada”.
Jika kalian mempunyai sakit hati dengan pelayanan PNS-PNS sepuh di instansi yang bergerak di bidang pelayanan, janganlah kalian sinis kepada umbi-umbian yang berusaha jujur dan membawa perubahan. Kami ini, meski PNS, tidak serta merta cocok-cocok saja dengan aturan pemerintah. Sama seperti dalam sebuah keluarga, tidak melulu kita sejalan dengan bapak mamak kita. Jadi, tolonglah untuk tidak mengucilkan kami ketika kita kumpul keluarga.